Cerita 3 Pasien Sembuh dari Virus Corona, Sempat Terpuruk, Ungkap Kegiatannya di Ruang Isolasi

Cerita 3 Pasien Sembuh dari Virus Corona, Sempat Terpuruk, Ungkap Kegiatannya di Ruang Isolasi

Cerita mengharukan datang dari tiga pasien yang berhasil sembuh dari paparan virus corona. Kisah ini datang dari pasien kasus 01, 02, dan 03 yang masih satu anggota keluarga. Sita Tyasutami, penyintas kasus 01 Covid 19 menceritakan perjuangannya sembuh dari virus corona.

Sita Tyasutami kini bisa menghirup udara segar di rumahnya setelah dua pekan diisolasi di RSPI Sulianti Saroso. Tak sendirian, Sita Tyasutami diisolasi di RSPI Sulianti Saroso bersama sang ibu, Maria Darmaningsih, dan kakaknya, Ratri Anindyajati, yang juga positif Covid 19. Tak mudah bagi Sita beserta ibu dan kakaknya menjalani hari hari di ruang isolasi.

Terlebih di hari hari awal didiagnosis Covid 19, Sita kesulitan membendung emosi. Kondisi psikis Sita ikut terganggu lantaran ia mengetahui kalau posiif virus corona dari media, bukan dari pihak rumah sakit. Begitu juga dengan ibunda Sita, Maria Darmaningsih (kasus 02) yang juga tahu dari media terkait kondisinya yang terpapar virus corona.

Selanjutnya, ratusan peluru bagai bersarang di kepala Sita setelah didor bertubi tubi oleh informasi yang tak ia kehendaki. Identitas ia dan ibunya berserak di dunia maya oleh orang orang tak bertanggung jawab. Sita merasa jadi bahan gunjingan dan bahan konsumsi publik, di tengah segala rasa kaget yang mengepungnya waktu itu.

"Pas diisolasi, kami berdua (ia dan ibunya, Maria Darmaningsih) nangis nangis, karena tahunya dari TV dulu. Semua data bocor ke WhatsApp group. Media sosial saya diserbu dan foto saya tersebar," jelas Sita kepada wartawan, Kamis (19/3/2020). Sita yang merupakan penari profesional itu mengaku bahwa mentalnya jatuh begitu melihat foto fotonya di Instagram jadi konsumsi publik. "Foto saya banyak pakai baju tradisional, menari di Kepulauan Karibia, di Perancis, dan jadi asisten koreografer Asian Games. Tapi, foto yang diambil (netizen itu yang saya pakai baju brazilian samba," tutur Sita.

"Saya merasa badan saya dikirim ke seluruh Indonesia rasanya. Kita hidup di dunia patriarki di mana saat seperti itu, tubuh perempuan jadi milik bersama untuk dihujat," ungkap dia. Mental Sita kian terpuruk ketika Covid 19 yang mereka bertiga derita justru jadi sasaran perundungan warganet. Hal yang membuat muak adalah, warganet menghakimi mereka dengan fitnah menghina soal profesi yang mereka geluti.

Predikat "penari", di benak warganet, mengalami peyorasi makna membuat mereka bertiga dicap buruk oleh warganet berpikiran sempit. "Tapi yang bikin sakit hati lagi bukan hanya fitnah soal pekerjaan saya dan mereka menghujat ibu saya," ujar dia. "Waktu itu saya merasa sudah menularkan Covid 19 ke ibu saya, waktu itu saya nangis nangis," lanjut Sita dengan suara tercekat menahan tangis.

"Whatsapp dan Twitter saat itu sangat buruk ke saya." Kondisi mental yang buruk akhirnya berpengaruh pada kesehatan tubuhnya. Sita mengaku berulang kali menggigil dan gemetar di ruang isolasi.

Sebuah hal yang buruk lantaran Covid 19 akan gampang menyerang saat tubuh lemah. "Stigma orang orang ke ibu dan Sita jelek banget di luar. Mereka lalu mem private media sosialnya," ujar Ratri, yang merupakan penyintas kasus 03 Covid 19, dalam kesempatan yang sama. Tak pelak, keadaannya makin hancur gara gara serangan yang menderanya sana sini melalui dunia maya.

Sita memutuskan mengunci akun akun media sosialnya agar tak dapat diakses publik. Walau ia sadar bahwa tindakan itu sedikit terlambat karena warganet telanjur membidik layar (screenshot) foto fotonya. Selama tujuh hari, Sita puasa media sosial, terutama Instagram dan Facebook.

Ia tak kuat melihat komentar komentar warganet yang menyeramkan baginya saat itu. "Tujuh hari saya ketakutan, orang orang komentar yang menyalahkan saya, walau banyak yang dukung juga," ujar Sita. Dalam kondisi terpuruk, Sita mengaku kagum dengan ketahanan mental kakaknya, Ratri yang justru bisa memanfaatkan bahkan membalikkan keadaan negatif jadi positif.

Ratri kerap mengirim foto foto yang menampilkan bahwa dirinya segar dan tak terpengaruh Covid 19 beserta stigma buruk yang melekat. "Lihat Mbak Ratri kirim foto ke grup keluarga, ternyata saya sadar, perempuan senang untuk dandan. Akhirnya saya bodo amat, dingin dingin mandi lalu dandan dan mulai posting di Instagram. Banyak yang dukung. Akhirnya aku buka (akun) untuk publik lagi," Sita mengisahkan. Selain itu, semangatnya perlahan bertunas karena Ratri sanggup melengkapi foto foto mereka saat di ruang isolasi dengan caption positif untuk warganet yang selama ini mencerca.

Melalui media sosial, mereka justru hendak menyampaikan pesan bahwa mereka jauh lebih tangguh ketimbang Covid 19 yang menyerang mereka. "Ya sudah. Waktu itu saya mulai posting di Instagram tentang 'kepositifan' kami. Kami yang setiap hari mandi dan pakai make up. Itu sih cara menghilangkan rasa stres," kata Ratri. Dari foto foto yang menampilkan bahwa mereka tetap dalam kondisi positif dan segar, mereka ingin membuktikan bahwa mereka kebal dari omongan buruk warganet beserta cap cap gelap yang ditimpakan.

"Malah, mumpung followers (pengikut akun media sosial) lagi banyak, kami sebarkan hal positif untuk meredam kepanikan orang orang," tutur Sita. Saat itu, ia merasa kondisi mentalnya semakin baik. Ia pun mulai coba kembali banyak bergerak sebagaimana dirinya terbiasa aktif selaku penari profesional.

Bergerak, berolahraga, bahkan di dalam ruang isolasi. Ia mencoba gerakan squat, plank, split, menari nari, menyanyi, hingga headstand di kasur. Semua Sita lakukan untuk membuatnya percaya bahwa ia akan memenangi perang melawan Covid 19, walau kemudian memancing teguran para perawat yang resah dirinya jatuh, cedera, atau selang infusnya lepas.

"Saya juga nyanyi nyanyi, kirim rekamannya ke keluarga, itulah yang bisa bikin senang. Dan blessing in disguise , karena identitas bocor yang bikin drop itu, akhirnya teman teman SMP yang sudah enggak pernah berhubungan, tiba tiba mengirimkan ini dan itu. Itu membantu banget," Sita bercerita. Dari pengalaman ini, Sita dan Ratri berpesan agar siapa pun pasien, baik suspect maupun terkontrol Covid 19 agar tak kalah dengan virus corona. Dimulai dari sikap mental.

Memang tidak mudah, namun sikap mental akan berperan krusial menjaga kondisi tubuh, selain merawat optimisme untuk kembali pulih. "Dari pengalamanku, mental dan pikiran itu penting banget. Kami saling support. Kami sekeluarga besar memutuskan, kami bertiga akan sembuh," tutup Ratri, merayakan kesembuhan dia bersama adik dan bundanya sekarang.